 |
Sunset di Tanjun Bayang Makassar by omeng.wordpress.com |
Angin tak
henti-hentinya berembus menyapu sekujur badanku kini. Walapun mencoba menyeka
tapi gerus angin pun terus menerpa. Aku kini sedang terduduk di sebuah bangunan
yang disebut balai di Tanjung Bayang, Makassar, Sulawesi Selatan. Seperti biasa
suasana senja kembali menyapa yang seolah memberikan sinyal kuat untuk
menuliskan sesuatu saat ini juga. Hasrat pun terlepaskan untuk menulis di depan
pantai yang belum bisa dikatakan indah. Walaupun belum indah, tapi satu hal
kembali terbersit dalam benakku, bagaimana sebuah ciptaan Allah Sang Maha
Pencipta menyampaikan pesannya kepada ku melalui elemen-Nya. Pesan itu tepat
berada dibawahku, dibawah angin-angin yang sedari tadi menggerakkannya. It’s Sea Waves.
Aku
bertanya pada salah satu kerabat asal Jogja, sebut saja namanya Rasti, gadis
berperangai Sulawesi dengan logat kental Jogja.
“Mbak, apakah ombak tak pernah berhenti
berombak ? “ tanyaku sambil menunjuk kearah ombak.
“Iya, itu karena angin terus-menerus menerpanya.”
Jawabnya.
“Jadi kapan
dia bisa berhenti berombak ?” timpalku
“Mungkin
sampai angin berhenti berhembus juga”
“Itu
artinya, dia tak akan pernah berhenti dong.”
Rasti diam.
“Kasian jadi
ombak, dia tak pernah berhenti walau dia tau itu melelahkan” timpalku.
Senada dan
pasti, silih berganti, menggulung deru satu sama lain dan berlomba mengejar ke tepi merupakan aktivitas
ombak setiap detiknya. Mau malam, siang,
subuh, sore deru terus menggemuruh dengan bantuan semilir angin. Kegiatan
seperti ini mungkin terlihat biasa seperti semestinya, tapi kalau ombak mampu
berbicara, mereka mungkin bisa saja mengucapkan kata lelah, seperti manusia
yang saat ini tidak pernah luput mengucap lelah dengan kesehariannya.
Bangun
pagi, mandi, sarapan, kerja, macet, kerjaan menumpuk, belum beres, pulang,
macet, istirahat dan tidur merupakan salah satu kebiasaan manusia yang notabene
dilakukan setiap harinya. Tak ubahnya seperti ombak, rutin dilakukan dan
menguras tenaga. Tapi manusia bisa saja kalah dengan ombak mengingat manusia
terkadang sengaja untuk tak berombak dokarenakan berbagai alasan baik yang
disengaja maupun tak disengaja. Paling tidak manusia bisa berhenti berombak
sejenak dan menghela nafasnya.
Tak
beberapa lama setelah aku duduk dibalai tersebut, sesosok wanita paruh baya
datang sembari menawarkan jagung rebus jualannya. Seolah tak menghilangkan
kesempatan, aku menyempatkan berbincang-bincang dengan Ibu ini. Sebut saja
namanya Ibu Singara, ibu 7 anak dengan bersuamikan seorang supir angkutan kota
ini menceritakan kisahnya selama 20 tahun berjualan di tanjung bayang. Bermula
dari pertanyaanku tentang kondisi Tanjung Bayang dulu mengantarkan dia
menjelaskan soal profesi yang telah lama dia geluti.
“Sudah 20
tahun saya berjualan disini. Dari pada dirumah, tidak ada kerjaan mending ke
sini, jualan sambil rekreasi juga. Bisa sekalian menghilangkan stress”
ungkapnya.
Guratan
beban hidup memang telah tersirat peluh di wajahnya. Tapi aku menangkap
sebersit kebahagiaan dan kesenangan ketika berjualan disini.
“Kadang
sehari bisa meghabiskan sekitar seratusan jagung rebus, itu juga kalau lagi
banyak pengunjung. Terutama seperti sekarang ini, hari sabtu jadi pengunjung
biasa banyak jadi jualan juga laku.” Tuturnya yang membalas pertanyaanku
tentang barang jualannya.
Ibu Singara
telah menjadi saksi akan peristiwa berulang yang terus terjadi disekitar kita.
Bagaimana sebuah keajaiban ciptaan-Nya mampu melakukan sinergi sebahagian rupa
sehingga ini bisa tertata dengan sistem yang sempurna. Ombak dan Perjuangan Ibu
Singarah dalam mengarungi kehidupan yang terus berputar seolah menyisaratkan
untuk kita, manusia, agar terus menjalani hidup ini, walaupun lelah dan
terkadang menyakitkan, tapi inilah hidup yang terus menerus berputar, berotasi
dan berevolusi di orbit yang telah digariskan.
Bayangkan
ketika ombak terpaksa berhenti dan angin tak lagi sudi untuk menggerakkannya.
Seketika itu pula bumi dan semesta apa yang Allah Sang Maha Pencipta
melenyapkan ciptaan-Nya dan memasuki dunia baru yang disebut kiamat. Aku tahu
tak seorangpun tahu kapan pasti akan terjadi, tapi manusia seperti biasa selalu
menduga dan berprasangka tentang itu. dan kalau boleh aku berprasangka, ombak,
bumi, bu siarah itu bisa dihentikan sekarang juga kalau kita tak segera
mencegahnya.
“Mbak Ras,
aku tau bagaimana caranya agar laut itu tak lagi memiliki ombak, dan ombak akan
berhenti untuk berombak.” Ungkapku ketika matahari mulai berwarna orange dan
hitam diatasnya.
“Hah ?
gimana caranya ? mau sedot angin sampai tak bisa berhembus lagi ?” Rasti heran
“Coba
lihat”
Aku lalu
menjatuhkan kulit jagung rebus yang tadi diberikan oleh bu singarah yang
sekarang sudah kembali pulang kerumahnya mengingat waktu memasuki ba’da magrib
kedepan ombak yang sedang datang. Lalu ku buat bendungan pasir yang diatasnya
kini tertumpuk sampah-sampah kulit jagung. Dan apa yang terjadi, ombak
tertutupi dan kini yang tadinya ada ombak disekitar itu, kini hilang tertimbun
sampah dan dan lagi bergerak seperti ombak.
Rasti
kembali terdiam.
Ini lah
analogiku tadi, bagaimana sebuah sampah, sepele memang tapi bisa membuat
sesuatu yang harusnya bergerak terus mampu terhenti dengan seketika. Terserah
angin mau sekencang apa menyapunya, selama sampah yang menindihnya masih
bertahan maka ombak riak sekecil apapun tak akan nampak.
Manusia
dengan sekelumit urusannya mampu juga diberhentikan dengan sekejap.
Merefleksikan sampah sebagai kejujuran contohnya. Ketika seorang manusia yang
bekerja pada sebuah perusahaan ternama dengan penghasilan luar biasa, ketika
melakukan suatu tindakan konyol yakni berbohong, maka apa yang dia lakukan
selama berulang-ulang dan butuh pengorbanan dan perasaan lelah itu sirna
seketika membrikan luka akut penyesalan dihati. Sebagaimana sebuah guci, yang
pengerjaannya harus dilakukan secara terus menerus, penuh perasaan dan tenaga,
seketikahancur ketika ceroboh menempatkannya ditempat yang mudah jatuh.
Laut yang
tadinya berisi ombak, kini harus tertutupi oleh sampah, angin yang tadi
berhembus, mulai tercemar dengan bau sampah sekitarnya, Ibu Suriah yang sudah
20 tahun berjualan terpaksa harus gulung tikar karena pelanggannya kabur
dikarenakan bau busuk sampah dipantai tersebut.
Ombak
memang mungkin merasa lelah, tapi satu hal yang harus kita ketahui, ombak
walapun lelah tapi dia bersih, sesuatu yang pasti, tekun, disiplin dan teratur
selalu ia pancarkan. Keloyalitasannya terhadap angin yang selalu membantunya
pun selalu dia pegang teguh. Tinggal bagaimana agar sekitarnya itu tak merusak
kesetiaannya dan tetap hidup bersinergi satu sama lain.
“It’s still a long
journey guys, kept the rotate, felt the loyality”.