Senin, 18 Juli 2016 0 komentar

Ajak Warga jadi Jurnalis Warga



Agroforestry and Forestry (AgFor) Sulawesi bekerjasama dengan Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) melaksanakan kegiatan Bengkel Komunikasi yang bertajuk "Saya Jurnalis Warga". Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 19 - 20 Juli 2016 ini diikuti oleh kurang lebih 30 peserta yang berasal dari berbagai kalangan mulai dari penggiat pertanian hingga penggiat sosial. Bertempat di As Room Kantor BaKTI, hadir sebagai pemateri adalah Daeng Ipul dan Anchu. 

Bengkel Komunikasi ini bertujuan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan kampanye melalui sosial media terutama bagi para praktisi Komunikasi Pembangunan. Dihari pertama kegiatan berlangsung dari pukul 09.00 - 16.00 dan dihari kedua berlangsung hingga pukul 12.00 WITA. Berbagai materi didapatkan oleh peserta yakni dasar menulis, p merumuskan pesan kunci dalam sebuah tulisan, strategi optimasi blog dan etika media sosial. Materi juga diselengi dengan praktek seperti praktek menulis dan membuat blog. Diharapkan dari kegiatan ini peserta memiliki pemahaman mengenai bagaimana menyusun tulisan untuk dapat disebarluaskan ke khalayak umum menggunakan platform online: blog dan media sosial.
Rabu, 21 Agustus 2013 0 komentar

Selamat Datang di Bumi Biru Kuning



“Bersama, Bersatu, Berjaya” merupakan motto Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin Makassar. FISIP merupakan salah satu dari 14 Fakultas yang ada di Universitas Hasanuddin. FISIP merupakan Fakultas yang ke-lima berdiri setelah Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Kedokteran dan Fakultas Teknik. 
Adapun visi dari Fakultas Biru Kuning ini adalah Menjadi salah satu fakultas terkemuka di Indonesia dalam pengembangan ilmu sosial dan ilmu politik melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Saat ini FISIP UNHAS dipimpin oleh Bapak Prof. DR. H. Hamka Naping. MA selaku Dekan FISIP UNHAS, Pembantu Dekan I dijabat oleh Bapak Prof. Dr. Armin Arsyad, M.Si, Pembantu Dekan II adalah Bapak Prof. Dr. H. Supriadi Hamdat. MA dan Pembantu Dekan III adalah Bapak Dr. H. Andi Syamsu Alam, M.Si.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNHAs memiliki 7 Jurusan atau Program Studi, yakni Ilmu Komunikasi, Ilmu Administrasi Negara, Ilmu Politik, Ilmu Hubungan International, Ilmu Pemerintahan, Sosiologi, dan Antropologi. Selain Jurusan/Prodi FISIP juga memiliki beberapa Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), diantaranya Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (KOSMIK) Unhas (Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi), Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMAHI), Himpunan Mahasiswa Politik (HIMAPOL) dan masih banyak lagi. Selain itu pula terdapat beberapa ekskul dan UKM yang dapat dimasuki oleh mahasiswa FISIP UNHAS.
Menghasilkan luaran yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan memiliki akhlak terpuji yang mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan dunia kerja dan msyarakat baik pada tingkat nasional maupun international merupakan tujuan berdirinya Fakultas ini.
Untuk itu Selamat Datang di Bumi Biru Kuning, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar. Mari Bersama, Bersatu, Berjaya ! (Reka)
Minggu, 14 April 2013 0 komentar

SEA WAVES


Sunset di Tanjun Bayang Makassar by omeng.wordpress.com

Angin tak henti-hentinya berembus menyapu sekujur badanku kini. Walapun mencoba menyeka tapi gerus angin pun terus menerpa. Aku kini sedang terduduk di sebuah bangunan yang disebut balai di Tanjung Bayang, Makassar, Sulawesi Selatan. Seperti biasa suasana senja kembali menyapa yang seolah memberikan sinyal kuat untuk menuliskan sesuatu saat ini juga. Hasrat pun terlepaskan untuk menulis di depan pantai yang belum bisa dikatakan indah. Walaupun belum indah, tapi satu hal kembali terbersit dalam benakku, bagaimana sebuah ciptaan Allah Sang Maha Pencipta menyampaikan pesannya kepada ku melalui elemen-Nya. Pesan itu tepat berada dibawahku, dibawah angin-angin yang sedari tadi menggerakkannya. It’s Sea Waves.

Aku bertanya pada salah satu kerabat asal Jogja, sebut saja namanya Rasti, gadis berperangai Sulawesi dengan logat kental Jogja.

 “Mbak, apakah ombak tak pernah berhenti berombak ? “ tanyaku sambil menunjuk kearah ombak.

 “Iya, itu karena angin terus-menerus menerpanya.” Jawabnya.

“Jadi kapan dia bisa berhenti berombak ?” timpalku

“Mungkin sampai angin berhenti berhembus juga”

“Itu artinya, dia tak akan pernah berhenti dong.”
Rasti diam.

“Kasian jadi ombak, dia tak pernah berhenti walau dia tau itu melelahkan” timpalku.



Senada dan pasti, silih berganti, menggulung deru satu sama lain dan  berlomba mengejar ke tepi merupakan aktivitas ombak setiap detiknya. Mau malam,  siang, subuh, sore deru terus menggemuruh dengan bantuan semilir angin. Kegiatan seperti ini mungkin terlihat biasa seperti semestinya, tapi kalau ombak mampu berbicara, mereka mungkin bisa saja mengucapkan kata lelah, seperti manusia yang saat ini tidak pernah luput mengucap lelah dengan kesehariannya.


Bangun pagi, mandi, sarapan, kerja, macet, kerjaan menumpuk, belum beres, pulang, macet, istirahat dan tidur merupakan salah satu kebiasaan manusia yang notabene dilakukan setiap harinya. Tak ubahnya seperti ombak, rutin dilakukan dan menguras tenaga. Tapi manusia bisa saja kalah dengan ombak mengingat manusia terkadang sengaja untuk tak berombak dokarenakan berbagai alasan baik yang disengaja maupun tak disengaja. Paling tidak manusia bisa berhenti berombak sejenak dan menghela nafasnya.

Tak beberapa lama setelah aku duduk dibalai tersebut, sesosok wanita paruh baya datang sembari menawarkan jagung rebus jualannya. Seolah tak menghilangkan kesempatan, aku menyempatkan berbincang-bincang dengan Ibu ini. Sebut saja namanya Ibu Singara, ibu 7 anak dengan bersuamikan seorang supir angkutan kota ini menceritakan kisahnya selama 20 tahun berjualan di tanjung bayang. Bermula dari pertanyaanku tentang kondisi Tanjung Bayang dulu mengantarkan dia menjelaskan soal profesi yang telah lama dia geluti.

“Sudah 20 tahun saya berjualan disini. Dari pada dirumah, tidak ada kerjaan mending ke sini, jualan sambil rekreasi juga. Bisa sekalian menghilangkan stress” ungkapnya.

Guratan beban hidup memang telah tersirat peluh di wajahnya. Tapi aku menangkap sebersit kebahagiaan dan kesenangan ketika berjualan disini.

“Kadang sehari bisa meghabiskan sekitar seratusan jagung rebus, itu juga kalau lagi banyak pengunjung. Terutama seperti sekarang ini, hari sabtu jadi pengunjung biasa banyak jadi jualan juga laku.” Tuturnya yang membalas pertanyaanku tentang barang jualannya.

Ibu Singara telah menjadi saksi akan peristiwa berulang yang terus terjadi disekitar kita. Bagaimana sebuah keajaiban ciptaan-Nya mampu melakukan sinergi sebahagian rupa sehingga ini bisa tertata dengan sistem yang sempurna. Ombak dan Perjuangan Ibu Singarah dalam mengarungi kehidupan yang terus berputar seolah menyisaratkan untuk kita, manusia, agar terus menjalani hidup ini, walaupun lelah dan terkadang menyakitkan, tapi inilah hidup yang terus menerus berputar, berotasi dan berevolusi di orbit yang telah digariskan.

Bayangkan ketika ombak terpaksa berhenti dan angin tak lagi sudi untuk menggerakkannya. Seketika itu pula bumi dan semesta apa yang Allah Sang Maha Pencipta melenyapkan ciptaan-Nya dan memasuki dunia baru yang disebut kiamat. Aku tahu tak seorangpun tahu kapan pasti akan terjadi, tapi manusia seperti biasa selalu menduga dan berprasangka tentang itu. dan kalau boleh aku berprasangka, ombak, bumi, bu siarah itu bisa dihentikan sekarang juga kalau kita tak segera mencegahnya.


“Mbak Ras, aku tau bagaimana caranya agar laut itu tak lagi memiliki ombak, dan ombak akan berhenti untuk berombak.” Ungkapku ketika matahari mulai berwarna orange dan hitam diatasnya.

“Hah ? gimana caranya ? mau sedot angin sampai tak bisa berhembus lagi ?” Rasti heran

“Coba lihat”

Aku lalu menjatuhkan kulit jagung rebus yang tadi diberikan oleh bu singarah yang sekarang sudah kembali pulang kerumahnya mengingat waktu memasuki ba’da magrib kedepan ombak yang sedang datang. Lalu ku buat bendungan pasir yang diatasnya kini tertumpuk sampah-sampah kulit jagung. Dan apa yang terjadi, ombak tertutupi dan kini yang tadinya ada ombak disekitar itu, kini hilang tertimbun sampah dan dan lagi bergerak seperti ombak.

Rasti kembali terdiam.

Ini lah analogiku tadi, bagaimana sebuah sampah, sepele memang tapi bisa membuat sesuatu yang harusnya bergerak terus mampu terhenti dengan seketika. Terserah angin mau sekencang apa menyapunya, selama sampah yang menindihnya masih bertahan maka ombak riak sekecil apapun tak akan nampak.

Manusia dengan sekelumit urusannya mampu juga diberhentikan dengan sekejap. Merefleksikan sampah sebagai kejujuran contohnya. Ketika seorang manusia yang bekerja pada sebuah perusahaan ternama dengan penghasilan luar biasa, ketika melakukan suatu tindakan konyol yakni berbohong, maka apa yang dia lakukan selama berulang-ulang dan butuh pengorbanan dan perasaan lelah itu sirna seketika membrikan luka akut penyesalan dihati. Sebagaimana sebuah guci, yang pengerjaannya harus dilakukan secara terus menerus, penuh perasaan dan tenaga, seketikahancur ketika ceroboh menempatkannya ditempat yang mudah jatuh.

Laut yang tadinya berisi ombak, kini harus tertutupi oleh sampah, angin yang tadi berhembus, mulai tercemar dengan bau sampah sekitarnya, Ibu Suriah yang sudah 20 tahun berjualan terpaksa harus gulung tikar karena pelanggannya kabur dikarenakan bau busuk sampah dipantai tersebut.

Ombak memang mungkin merasa lelah, tapi satu hal yang harus kita ketahui, ombak walapun lelah tapi dia bersih, sesuatu yang pasti, tekun, disiplin dan teratur selalu ia pancarkan. Keloyalitasannya terhadap angin yang selalu membantunya pun selalu dia pegang teguh. Tinggal bagaimana agar sekitarnya itu tak merusak kesetiaannya dan tetap hidup bersinergi satu sama lain. 

“It’s still a long journey guys, kept the rotate, felt the loyality”.
 
;